Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Pesan untuk Nadiem: Mengubah Sejarah Bangsa yang Kalah

 




Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim saat acara lepas jabatan Kemendikbud di Garaha Utama Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jalan Sudirman, Jakarta, Rabu (23/10/2019).

Salah satu problem terbesar bangsa Indonesia adalah mental 'jago kandang'. Berani bertarung di dalam negeri, tapi masih minder saat berhadapan dengan bangsa yang berbeda.

Tak heran, masyarakat pun lebih semangat ketika berdebat isu lokal dan nasional, seperti politik. Tetapi saat membahas isu internasional jangankan muncul perdebatan, atensi masyarakat saja masih sangat minim.

Di media sosial, diskursus masyarakat Indonesia belum masuk pada pusaran perdebatan global. Ada fenomena yang menarik dijadikan contoh, yakni saat netizen dunia ramai membahas keberhasilan atronot mengambil gambar lubang hitam dengan menggunakan Event Horizon Telescope (EHT), awal 2019. Di sisi lain, netizen di Indonesia masih berkubang pada isu 01 dan 02.

Mental lokal inilah yang menghambat bangsa ini untuk maju ke level yang lebih tinggi di dunia. Sebagai bangsa dengan populasi penduduk terbesar keempat dunia, mental bangsa yang minder jelas akan membuat bonus demografi itu menjadi sia-sia. Jika diibaratkan percuma punya ratusan juta jiwa jika hanya mengembik saja.

Negara Cina telah membuktikan jumlah penduduk itu adalah senjata dalam menggoncang hegemoni negara adidaya sekelas Amerika. Bonus jumlah penduduk itu menjadi kekuatan Cina karena miliaran jiwa itu punya bekal percaya diri. Penduduk Cina terkenal punya mental tak hanya jago kandang, melainkan jago pula bertandang ke mancanegara.

Mereka begitu percaya diri dan tidak minder ketika harus berhadapan dengan bangsa lain di segala sektor. Lantas, apa yang membedakan kita dengan Cina?

Kita bisa menggunakan beragam analisis. Tapi hal yang paling menarik bagi saya adalah perspektif pendidikan sejarah yang berbeda antara Cina dan Indonesia.

Kajian sejarah Cina yang diajarkan kepada siswa sejak tingkatan dasar kaya akan muatan kisah kemenangan. Sejarah Cina lebih banyak dihiasi kisah tentang kehebatan dinasti-dinasti menjadi penguasa kawasan. Sehingga mental dan kepercayaan diri atas kehebatan bangsa sendiri dimiliki rakyat Cina sejak dini.

Perspektif berkebalikan justru ada dalam pelajaran sejarah Indonesia. Sadar atau tidak, kisah-kisah yang diajarkan kepada anak Indonesia tentang kepahlawanan lebih banyak adalah kisah pahlawan yang kalah.

Ini semua tak terlepas warisan sejarah yang ditulis oleh kolonial. Saat baru merdeka, negara Indoneia hanya mengubah judul dari sejarah yang ditulis oleh kolonial. Dan sebagian besar peneliti di era kolonial hanya menuliskan kisah tentang kemenangan bangsanya dan kekalahan nusantara.

Sebut saja nama pahlawan di era kolonial yang Anda ketahui. Niscaya saat membaca akhir kisahnya kita akan jamak mendapati penjelasan bahwa si tokoh berakhir dengan ditangkap akibat strategi devide et impera (politik pecah belah/adu domba). Ya itulah sejarah Indonesia yang paling sering dibaca anak Indonesia.

Sejarah yang lebih banyak berisi tentang kisah kekalahan. Sebaliknya, kisah sejarah kemenangan bangsa ini masih sedikit untuk dikupas dan diketahui anak Indonesia.

Salah satu yang masih sedikit anak Indonesia tahu adalah kisah tentang Pangeran Nuku. Bagi saya pribadi, inilah salah satu pahlawan terbesar dan paling menginspirasi. Inilah pahlawan yang bisa dirujuk anak Indonesia untuk tahu bahwa bangsa ini adalah bangsa pemenang.

Pangeran Nuku adalah salah satu pahlawan yang tak pernah bisa ditaklukkan kolonial. Sepanjang akhir hayatnya, Pangeran Nuku bisa menguasai wilayahnya di Tidore dengan mengalahkan Belanda secara mutlak.

Pangeran Nuku pula yang mampu menggalang persatuan hingga Papua. Berkat karisma kepemimpinannya, rakyat Indonesia timur bersatu hingga jadi kekuatan dahsyat yang sanggup mengusir Belanda dalam arti sebenarnya.

Pengusiran Belanda oleh Tidore itu bukan sekadar retorika atau khayalan, melainkan sesuai dengan fakta yang benar-benar terjadi. Sebuah hari di mana Bangsa Belanda dihantam secara telak.

Karenanya, tulisan ini menjadi pesan buat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru, Nadiem Makarim. Harapan untuk Nadiem agar dia tidak hanya mengubah teknis pendidikan, melainkan juga secara ideologis. Penting untuk menempatkan pendidikan sejarah dalam perspektif bangsa pemenang.

Ada baiknya porsi pelajaran sejarah tentang kepahlawanan Pengeran Nuku itu diperbesar dalam kurikulum pendidikan sejarah Indonesia. Ini agar anak Indonesia yang tumbuh kelak punya kepercayaan diri atas bangsanya sendiri. Sebuah bangsa yang pemenang. Bukan bangsa yang kalah, mencari apologi, dan menutupi kekalahan dengan kata-kata devide et impera.

Anak Indonesia harus tahu bahwa di timur Indonesia pernah menghantam keras Belanda. Di timur, Indonesia pernah menjadi bangsa pemenang.

Posting Komentar

0 Komentar